ID   EN
Universitas Mercu Buana

News

50 TAHUN SUPERSEMAR, MOMENTUM KEMBALIKAN MARTABAT BANGSA

   1216    2 min

Mengenang peristiwa di tahun 1965-1966 terasa sangat menggetarkan batin. Sebuah peristiwa yang menggambarkan perjuangan rakyat Indonesia mempertahankan ideologi PANCASILA, dengan mengorbankan jiwa raga. Momentum mempertahankan PANCASILA itu merupakan karya nyata dari keputusan politik Presiden Soekarno menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 yang kemudian lebih dikenal SUPERSEMAR.

“Saya ingin menegaskan Supersemar merupakan payung hukum yang fundamental bagi tegaknya INDONESIA. Karena melalui Supersemar inilah awal sikap politik INDONESIA semakin tampak, menolak ideologi KOMUNISME hidup bumi pertiwi,” ujar Rektor UMB, Dr. Arissetyanto Nugroho dalam acara 50 Tahun Supersemar di kampus UMB, Jakarta, Jumat (11/3/16). Hadir dalam acara tersebut mantan Wakil Presiden RI ke 6, Bapak Try Soetrisno, Prof Dr Mahfud MD, para tokoh nasional, guru sejarah serta mahasiswa dan siswa siswi SMA/K se Jabodetabek.

Menurutnya sikap politik tersebut terlihat pada ditetapkannya SUPERSEMAR sebagai Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/Tahun 1966. Berbekal Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966 itulah perjuangan melawan segala bentuk ideologi KOMUNISME bergulir. Bahkan menjadikan komunisme sebagai bahaya laten yang dapat kembali hadir di bumi pertiwi.

Kondisi tersebut, menurutnya perlu menjadi pemahaman bersama. Bahwa rangkaian perlawanan terhadap KOMUNISME bukan hanya pada wujud pergolokan fisik saja, tetapi juga pertarungan politik yang sangat hebat. Menjadikan Supersemar sebagai Ketetapan MPRS adalah prestasi pertarungan ideologi yang luar biasa.

Data pustaka Bank Indonesia mencatat periode 1960-1965, perekonomian Indonesia menghadapi masalah yang berat sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan kepentingan politik. Doktrin ekonomi terpimpin pada kepemimpinan era itu telah menguras hampir seluruh potensi ekonomi Indonesia akibat membiayai proyek-proyek politik pemerintah. Sehingga tidak mengherankan, jika pada periode ini pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sangat rendah, laju inflasi sangat tinggi hingga mencapai 635% pada 1966, dan investasi merosot tajam.

“Pada kondisi politik juga nyaris sama, gerakan-gerakan politik mengalir tanpa aturan yang kuat. Berbagai kelompok elit berjuang mendapatkan posisi penting melalui Partai Politik. Hingga bermunculan begitu banyak partai politik,” imbuhnya.

Kesadaran terhadap kondisi itulah, sambungnya, membuat MPRS kembali menetapkan langkah maju. Dengan menerbitkan Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 pada tanggal 12 Maret 1967 pasal 4 memutuskan dan menetapkan dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pengemban TAP MPRS No.IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat Presiden.

Dari keputusan politik MPRS menunjuk Pejabat Presiden menjadi tonggak baru perjalanan pemerintahan. Sebagai Pejabat Presiden, Jenderal Soeharto pun segera menyusun berbagai langkah-langkah strategis, bahkan mengalir menjadi terobosan kebijakan yang fundamental.

“Antara lain kebijakan yang penting adalah perampingan partai politik, menyusun doktrin pembangunan melalui Trilogi Pembangunan, serta banyak lagi. Hal tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah harus lagi berjuang keras menata kondisi sosial, politik dan ekonomi nasional secara baik. Agar menjadikan Indonesia kembali sebagai Macan Asia.” (Biro Sekretariat Universitas dan Hubungan Masyarakat /www.mercubuana.ac.id/ [email protected])



Next PostPrevious Post